Warta Ekonomi,quickq官网软件ios Jakarta - Pasar kripto mengalami gelombang likuidasi besar setelah harga Bitcoin merosot di bawah US$104.000 (sekitar Rp1,6 miliar), memicu penutupan paksa posisi long senilai lebih dari US$600 juta atau sekitar Rp11 triliun. Ini menjadi kerugian tertinggi sejak Februari 2025. Total likuidasi mencapai US$688 juta, dengan 89% berasal dari posisi long, menandakan dominasi sentimen bullishsebelum harga anjlok. Likuidasi terbesar tercatat pada pasangan BTC/USDT di platform OKX, senilai US$12,25 juta. 

Baca Juga: Demi Bitcoin Treasury, Trump Media Kumpulkan Dana Rp38 Triliun 
“Pasar memerah akibat kekhawatiran baru terkait tarif,” ujar Analis Pasar FxPro, Alex Kuptsikevich dilansir dari Coindesk, Minggu (1/6). 
Ketegangan muncul setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menuduh China melanggar kesepakatan dagang bilateral. Trump juga menggandakan tarif baja dan aluminium menjadi 50% demi melindungi industri dalam negeri, serta mengisyaratkan kemungkinan diskusi langsung dengan Presiden China, Xi Jinping. Langkah ini mengguncang pasar global dan berpotensi memengaruhi perdagangan mineral penting serta hubungan dagang antara kedua negara. Adapun Data Deribit menunjukkan minat terbuka pada futuresBitcoin naik 51% sejak April, dengan opsi naik 126%, menandakan meningkatnya minat investor terhadap leverage. Namun, investor besar (whales) mulai beralih dari akumulasi ke penjualan bersih, mengembalikan aset ke bursa sebagai sinyal ambil untung. Baca Juga: Bitcoin Cs Jadi Sorotan, Bank Sentral Rusia Izinkan Derivatif Terkait Kripto Kondisi ini menunjukkan pasar berada dalam fase ekstrem, di mana pembalikan harga bisa terjadi sewaktu-waktu. Namun, dengan situasi geopolitik yang belum stabil dan pasar derivatif yang penuh ketidakpastian, volatilitas diperkirakan masih akan berlanjut. |